Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Alat Kebidanan Partus Set
Peran, fungsi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Sedangkan tanggung jawab bidan meliputi pelayanan konseling, pelayanan kebidanan normal, pelayanan kebidanan abnormal, pelayanan kebidanan pada anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sedemikian kompleksnya peran, fungsi, dan tanggung jawab seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kebidanan yang terbaik dan professional kepada masyarakat maka untuk keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi bidan.
Sejarah Bidan di Indonesia (Tahun 1807 sampai 1953)
Perkembangan pelayanan yang dilakukan oleh bidan dilatarbelakangi oleh AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) yang tinggi pada zaman pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu tenaga penolong persalinan dahulu masih dilakukan oleh dukun. Pada tahun 1807, Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels, melatih dukun dalam pertolongan persalinan. Tapi tidak berlangsung lama karena tidak ada pelatih kebidanan. Sehingga pelayanan kesehatan hanya untuk orang-orang Belanda yang berada di Indonesia.Pada tahun 1849, dibuka Pendidikan Dokter Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda ; sekarang RSPAD Gatot Soebroto). Dan pada tahun 1851, dibuka Pendidikan Bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh dokter militer Belanda (Dr. W Bosch), lulusan bekerja di RS dan Masyarakat. Dan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952, diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Pada tahun 1953, diadakan kursus tambahan bidan (KTB) di Jogyakarta, lalu berdirilah BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak). Kegiatan BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak) yaitu pelayanan antenatal, post natal, pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Tujuan dari diadakannya BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak) ini adalah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Oleh : Bidan Rina Widyawati
Sumber :
- Buku Konsep Kebidanan